OLEH: SITI MUTMAINAH
Anak merupakan salah satu wasilah kita untuk menyambung silaturohim.
Dari anak kita belajar ketulusan sekaligus mengajarkan mereka tentang pengorbanan. Saat ini kita menjadi anak sekaligus orangtua. Kembali ke kampung halaman tempat kita dibesarkan adalah yang sangat dirindui. Anak mengingatkan kita masa-masa kecil yang penuh ceria juga kasih sayang yang tak pernah terlupa walau sekejap.
Berbakti kepada orangtua adalah harapan setiap anak, walau definisi berbakti tak sesederhana itu. Memori tentang masa-masa sekolah, juga perjuangan orangtua memampukan diri demi pendidikan yang baik akan selalu mengundang rindu yang mengharu.
Bagaimana tulusnya mereka mendidik, menuntun langkah agar lurus tanpa sesat. Menjenguk kala di rantuan, mentransfer dan menyisihkan pundi-pundi yang dihasilkan dengan susah payah.
Saya ingat betul tahun 2005, kala itu bapak mengayuh sepeda tuanya menuju kota yang tentu jaraknya tak dekat. Dengan membawa hasil panen berupa beras, sayuran, susu, jajan dan beberapa lembar uang dengan alasan menjenguk anak gadisnya di perantauan. Sebtulnya bukan takut saya tak makan saat itu, karena saya menumpang dan bantu-bantu di rumah orang. Alasan ini bapak lakukan demi menuntaskan rasa rindunya yang terpendam. Ketulusan bapak masih akan terus saya rasakan hingga saat ini. Terlebih sekarang saya adalah orangtua bagi anak-anak saya.
Saya merasakan betul betapa orangtua memang tidak pernah perhitungan untuk masa depan anak-anaknya. Tidak perhitungan tidak pula main-main. Segala upaya serasa dikerahkan demi impian dan masa depan sang buah hati.
Maka hari ini saya menyadari betul bahwa sebagai orangtua tugas saya tidak hanya meneruskan apa-apa yang telah orangtua lakukan untuk anaknya namun juga mampu memposisikan diri saya sebagai anak yang juga harus berbakti terhadap orangtua. Manyantuni orangtua dengan sebaik-baiknya, memenuhi kebutuhannya sesuai kemampuan, membuat mereka bahagia serta melangitkan doa yang tiada putus.
Menjenguk mereka ditengah hiruk pikuknya rutinitas, menanyai dan memberi kabar, juga memberi hadiah pada mereka yang tak lagi muda.
Andai orangtua kita kaya raya, jangan kurang akal, senangkan dg cara saling memberi hadiah misalnya, tidak harus mahal, hadiah bisa menjadi pengingat bahwa mereka selalu di hati. \”Tahaaddu tahaabbu, saling memberi hadiah maka kamu saling menyayangi\”.
Sejatinya tidak akan berkurang harta kita sedikitpun jika tulus dan ikhlas memberi kepada orangtua/mertua. Justru denganya Alloh akan melipat gandakan rezeki kita.
Anak-anak adalah peniru yang ulung, mereka akan lebih mudah meniru melihat contoh dari pada mendengar. Dan pendidikan karakter yang paling mudah adalah dengan memberi teladan.
Siapa yg tidak suka diberi hadiah?
Saya kerap memberi nasihat kepada karyawan, \”Jika ada tetangga kawan kampung yg hendak pulang kampung, titipkan buah tangan kepada mereka walau hanya roti bolu.
Buah tangan yang tak seberapa itu akan terasa begitu nikmat walau sebetulnya orangtua bisa membelinya dengan mudah. Karena si roti bolu sederha itu menjadi pemantik rindu juga penanda bahwa kita memiliki rasa peduli dan sayang yang besar untuk mereka.
Sebagai Pengalam pribadi, saya merasakan bahwa kunci sukses usaha saya selain ibadah adalah memuliakan keempat orangtua serta mendidik anak-anak saya untuk birrulwalidain. Sebisa dan semampu saya, apa yang orangtua ingin dan butuhkan akan saya penuhi.
Terlepas peliknya permasalahan dalam hidup, saya anggap semua adalah ujian dari Alloh untuk naik pada level selanjutnya. Jalani syukuri dan petik hikmah besar di dalamnya.