Entah sudah berapa tahun sejak terakhir kali kami berjumpa. Waktu seakan terhenti setelah kami lulus kuliah, menikah, dan memulai kehidupan masing-masing. Kami—aku, suami dan sahabat lama, menyimpan banyak kenangan bersama di bangku kuliah, tetapi setelah itu, jalan hidup membawa kami ke arah yang berbeda. Semua terasa begitu jauh dan tak terjangkau, hingga satu malam aku menerima komentar di Facebook yang mengingatkanku pada masa-masa itu.
“Asss… Mb Siti, minta nomor Bang Jo, ya.”
Tiba-tiba, WhatsApp-ku berbunyi. Pesan dari seorang teman lama kuliah. Aku tertegun sejenak, lalu membuka pesan tersebut. Itu adalah sahabat suamiku yang sudah lama tak terdengar kabarnya. Aku senang sekali mendengar namanya lagi. Setelah saling bertanya kabar, aku segera mengirimkan nomor suamiku, Bang Jo, seperti yang diminta.
Tak lama setelah itu, suamiku menghubungiku.
“yang, tadi ada temen yang hubungi. Katanya mau pesan buku.”
Masya Allah, aku terkejut dan tersenyum lega. Ternyata, bukan hanya sekedar bertanya kabar, beliau benar-benar berniat untuk memesan cetakan buku. Begitu banyak kenangan tentang yang datang kembali. Aku teringat betul suatu hari, beberapa tahun lalu, aku dan suami pernah duduk bersama di pojokan Masjid Takwa dekat taman, menikmati semangkuk bubur ayam yang sederhana namun begitu berarti.
Lalu, aku mulai bertanya-tanya, apakah dia masih ingat momen itu? Dia yang mentraktir aku dan suami kala itu. Ternyata, sebuah pesan singkat, sebuah pesanan buku, bisa membawa kembali kenangan yang terlupakan.
Tak lama kemudian, kami sepakat untuk bertemu. Dalam momen antar pesanan buku, akhirnya kami bertemu kembali. Tidak ada pesta besar, tidak ada acara spesial. Kami hanya duduk bersama di meja makan, berbagi cerita tentang kehidupan yang telah kami jalani, tentang keluarga, dan bagaimana waktu telah membawa kami ke arah yang tak terduga.
Kami tertawa mengenang masa lalu, betapa sederhananya hidup dulu. Bubur ayam yang dulu kami nikmati dengan hati riang, kini digantikan dengan makanan nikmat dan beberapa buku yang kami obrolkan.
“Masa kuliah kita memang penuh kenangan, mb. Seperti halnya bubur ayam di pojokan masjid. Dulu kami ditraktir oleh suamimu,” ujar ku pada istrinya ketika kami menuju kasir dengan senyum lebar.
“Ya, benar. Terkadang yang sederhana itu yang paling berkesan,” jawabku, Kami berbicara hingga malam, tentang perubahan yang kami alami dan tentang bagaimana kehidupan membawa kami jauh dari tempat-tempat yang dulu kami kenal. Tetapi satu hal yang tetap sama: persahabatan itu tak pernah pudar, meskipun waktu dan jarak mencoba untuk memisahkan kami.
Dan aku sadar, meski bertahun-tahun terpisah, persahabatan itu tetap ada. Terkadang, dalam hidup, hanya perlu sebuah pesan singkat dan pesanan buku untuk membawa kembali semua kenangan indah. heeee